• PONDOK PESANTREN QOTRUN NADA
  • Berkhidmat Untuk Ummat

ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL'ALAMIN

By:Kaysan

Kalau alasan kaum atheis tidak mempercayai Tuhan  karena tidak bisa ditangkap oleh indra, oke, boleh kita terima. Tapi, mereka tidak punya alasan untuk tidak mempercayai Nabi. Nabi ada, sosoknya ada, terekam dalam sejarah, dan tidak ada yang bisa membantah keberadaannya. Perkara sejarah yang menyimpang dan berbeda tafsir atas orang per orang, aliran per aliran, itu lain hal. Sampai di sini, kita sepakati dulu bahwa Nabi itu ada. Exist. Mencari sebab serta mencari alasan perihal eksistensinya dijelaskan dalam Bab Ketuhanan. Tapi karena kita tidak sedang berbicara tentang Tuhan, kita skip dulu. Lompat saja ke depan, nanti bisa balik lagi untuk menyatukan gambar besarnya.

Permasalahannya kemudian, mengapa sebagian orang menjadi resisten dan menganggap kisah-kisah kenabian itu terlalu tidak masuk akal, mostly dongeng, dan mengada-ada. Itu bisa kita urai pelan-pelan. Orang-orang yang beriman mungkin tidak lagi mempermasalahkan kisah-kisah Nabi yang penuh mukjizat. Tapi di luar sana, banyak orang yang sebenarnya ingin mengenal agama dengan jalan langsung mempelajari siapa Sosok Sentralnya, namun pada akhirnya mengambil jarak atau undur diri sebab disuguhi dengan kisah-kisah yang tidak bisa diterima oleh nalar mereka. Dan, ketika dipertanyakan, atau digugat, alih-alih memberi pencerahan, penganut agamanya sendiri langsung ngamuk dan menyebutnya sebagai penistaan.

Ketika Lesley Hazleton memulai penelitian untuk menulis biografi Nabi Muhammad, ia merasa sedang melakukan perjalanan ke sebuah area yang asing. Penjelajahan intelektual kemudian membawanya ke tempat-tempat yang tidak pernah ia kunjungi dan bahkan tidak pernah terbayangkan untuk didatangi. Ada semacam kekhawatiran di dalam dirinya, bagaimana seorang dengan predikat triple minority: perempuan-yahudi-agnostik hendak mengeksplorasi kehidupan Sang Nabi, sementara penelitian sejarah akan meniscayakan penggunaan metode dan analisis empiris yang kelak akan mempertanyakan segala hal dan menerjang batasan-batasan. Itu adalah bentuk cutzpah, kekurangajaran yang benar-benar tulen.

Mari kita runut. Ambil contoh, bagaimana kita mempelajari sains. Fisika adalah ilmu yang mempelajari realitis fisik, materi, yang terukur dan tercerap oleh indra. Untuk memahaminya, diperlukan bahasa tersendiri yang lebih sederhana (baca: rumit) yang kita kenal sebagai matematika. Pada awalnya kita belajar aritmatika, jenis bilangan, dasar-dasar berhitung, menjumlah, membagi. Naik satu tingkat kita belajar geometri, bangun datar dan bangun ruang. Setelah paham dan bisa berhitung, kita mengeksplorasi benda-benda di sekitar kita, yang mana yang berbentuk kubus, yang mana trapesium, lingkaran dan lain sebagainya. Kita mengukurnya, panjang, lebar, tinggi, luas, serta kelilingnya. Kemudian kita bergerak keluar, ke ranah yang lebih besar, dan menemukan kenyataan bahwa fisika dan matematika tidak bisa dilepaskan dari kehidupan. Menghitung luas tanah, membangun rumah, hingga simulasi cicilan kredit. Hal-hal yang lebih kompleks bisa kita temui namun susah untuk kita jabarkan, tapi kita tahu belaka, ada matematika dan fisika yang bekerja di belakangnya. Fluktuasi indeks harga saham dan suku bunga perbankan, kecepatan akses internet, perang dan senjata, eksplorasi minyak bumi, hingga peluncuran satelit, semuanya bisa dihitung dengan teliti, akurat, teruji, bisa dipertanggungjawabkan, dan yang paling penting diterima akal sehat. Orang-orang pun percaya. Yang ekspert kagum dengan luasnya ilmu pengetahuan, yang awam nurut dan langsung lompat ke taraf yakin. Sebab pengendara mobil tidak perlu menjadi sarjana teknik mesin, dan pengguna ponsel tidak perlu ahli dalam bidang IT. Jangan karena berhasil instal VPN lantas situ sudah merasa jadi hacker.

Selain menjelajahi dunia ‘materi yang besar’, ilmuwan juga melongok ke dalam, meneliti semesta yang bersifat mikro dan dalam skala atomik. Kelak lahir bidang ilmu Fisika Kuantum, yang menjelaskan realitas yang benar-benar berbeda dari mazhab Newtonian. Jika dalam fisika klasik sebuah benda dapat dihitung gerak dan lintasannya dengan pasti, namun dalam ranah kuantum, partikel tidak bergerak pada lintasan yang pasti, dan hebatnya lagi, lintasan yang ditempuh bisa tak berhingga jumlahnya. Akibatnya, diperlukan konsep matematika yang lebih rumit untuk menjelaskannya. Saking rumitnya, Richard Feynman pernah bilang gini, “If you think you understand quantum mechanics, you don’t understand quantum mechanics.”

Intinya, fisika kuantum seperti jembatan penghubung. Ada realitas materi dan non-materi yang bisa ‘didekati’ dan bisa diketahui di mana garis demarkasi atau batas pemisahnya. Pada tahap ini, ilmuwan menjadi seperti seorang yang benar-benar tawadhu, jika ia menganut agama Islam, mungkin kalimat yang paling sering diucapkannya adalah “wallahu a’lam bishshawab...” sebab dalam fisika kuantum pembahasannya berputar pada keserbatakpastian, serba samar, relativitas, probobalitas-kebolehjadian, absurditas, dan setumpuk istilah yang berwarna abu-abu. Yang ekspert bisa menyerah dan lompat kepada keyakinan, yang awam memilih lompat ke jurang.

 

Akan halnya sains, jalan untuk memahami konsep kenabian juga begitu. Kita perlu melakukan pendekatan dari wilayah yang kita bisa kenali. Berangkat dari dasar. IMHO, kita jangan dulu melompat jauh pada bahasan dan tema-tema mistis, seperti penerimaan wahyu, mukjizat dan kemampuan supra lainnya. Kita ‘lebih baik’ mencari alasan, kenapa misalnya Michael Hart menempatkan Nabi di ranking pertama sebagai manusia yang paling berpengaruh di dunia. Apa yang membuat Goethe tergila-gila dan Tolstoy memujinya begitu rupa. Orang-orang barat yang memberikan ungkapan testimonial kepada Nabi lahir dari identitas yang jauh dan nisbi berbeda, namun mereka mampu menemukan sesuatu dari diri Nabi yang bisa diterima nalar yang kelak menjadi sebuah jembatan untuk menerima “seluruh dimensi” kenabian.

Meskipun hal yang dikedepankan adalah sisi kemanusiaannya Nabi, bisa dimaklumi, sebab seperti itulah sebuah pendekatan bekerja. Ia akan mencari kesamaan identitas yang terdekat dengan dirinya. Nanti belakangan akan hadir pengetahuan baru bahwa Nabi adalah Super Human, bukan manusia biasa, dan premis-premis inilah yang nanti akan digunakan untuk menyusun kesimpulan-kesimpulan baru.

Kaum (islam) modernis yang tertarik kepada problem-problem pendidikan, mereka membatasi—dan di sisi lain menggugat, kenapa anak-anak harus mempelajari legenda-legenda tentang Nabi yang memesona lengkap dengan kumpulan mukjizat dan sifat-sifat mistisnya. Ini ibarat menjejalkan mata kuliah fisika kuantum ke dalam kepala anak SD.

Para pemikir-pemikir modern melakukan semacam demitologisasi atas legenda dan kisah-kisah mistis atau mukjizat-mukjizat Nabi. Mereka ingin membawa Nabi ke ranah yang bisa diperhadapkan, vis-a-vis kekuatan Barat. Jadi, mukjizat seperti membelah bulan, batang pohon kurma yang mengeluh, atau unta yang bisa berbicara, untuk sementara ‘dikesampingkan’, dan mendorong mukjizat-mukjizat lain yang relatif lebih ‘diterima’ dalam konteks sosial kemasyarakatan. Mungkin orang lebih tergugah ketika mendengar bahwa kemampuan Nabi adalah mengubah orang-orang Badui penjarah menjadi manusia-manusia yang beradab. Mukjizat sejati adalah keberhasilan atas perubahan sosial, spiritual, moral dan religius atas Jazirah Arab. Wilfred Cantwell Smith menyebut penggambaran seperti inilah yang sebenarnya merupakan perwujudan ‘cita-cita borjuasi’.

Minat atas Nabi yang energetik, aktif dalam politik dan bertanggung jawab kepada masyarakat diungkapkan oleh seorang penyair Urdu bernama Safi Lakhnawi:

Dia, yang telah menundukkan kepala orang-orang Arab yang keras kepala,

Dia, yang telah mengubah binatang menjadi manusia,

Dia, yang telah membawa ajaran persaudaraan,

dan memperlakukan (manusia) dengan setara,

Sang pembaru kapitalisme,

Pelindung orang-orang yang dikenal melalui kerjanya.

Bahasa seperti itu mengisyaratkan gagasan tentang Nabi Muhammad sebagai ‘Imam Sosialisme’. Penggambaran-penggambaran seperti ini relatif lebih di terima di dunia Barat ketimbang cerita-cerita yang bersifat mistis dan sulit dijangkau nalar.

Seperti anak tangga yang didaki ketika mempelajari sains, terlebih dahulu kita paham atas realitas fisik dan kemudian menggunakan ‘alat’ yang sama untuk bergerak ke dunia kuantum dan memahami serta memilah materi dan non-materi.

Nanti, kalau penerimaan terhadap Nabi sudah sampai pada pemahaman bahwa Dia adalah The Special One, yang tidak pernah dan tidak akan bisa salah, dan berujung pada penerimaan dan keyakinan atas semua yang Dia katakan benar adanya, maka perlahan-lahan kita akan memasuki dunia kuantum’ yang di dalam sana kita akan berhadapan dan kelak akan lebih mudah paham terhadap kisah-kisah mistis, mukjizat, dan segala rupa hal yang tak terjangkau nalar. Yang ekspert (alim/ulama) akan menjadi takzim, dan yang awam akan beriman. Keyakinan kita mengalami lompatan. Kita tidak ragu lagi, tidak takut jatuh lagi, sebab pijakan kita kuat. Pondasi yang pada mulanya kita bangun perlahan-lahan tidak akan mudah runtuh.

Kita telah berhasil menyusun satu keping puzzle, untuk sampai pada gambar besar yang bernama konsep kenabian. Karena kita sudah percaya sepenuhnya dengan apa yang Nabi sampaikan, maka jika Nabi berkata bahwa There is a God, and I am His Messenger, kita bisa menerimanya dengan berdasar pada sekumpulan premis yang kita gunakan untuk mendaki jalan ma’rifat tadi.

Masih banyak kepingan lain yang berserakan. Kalau ada hal yang tidak kita ketahui, boleh jadi itu adalah keping puzzle yang jauh dari apa yang sudah kita susun. Just keep it. Simpan dulu. Nanti pelan-pelan akan nyambung, akan tersusun gambarnya. Sebab, “Siapa yang mencari-Ku dengan berjalan, akan Aku hampiri dengan berlari.”

Wasallallahu ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa Aali Sayyidina Muhammad...

Semoga kita mendapat syafaat kelak. Aamiin.

Tulisan Lainnya
MEMBUKA CAKRAWALA KEILMUAN

Kajian edisi Februari 2024. Oleh Gus Muhammad Irfan Zidny, Lc   Keilmuan Islam adalah satu kesatuan yang utuh, bukan sekat yang tidak saling berhubungan. Bahkan, Prof. Dr. Muham

02/03/2024 10:53 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 119 kali
Pengaruh Akidah Bagi Kondisi Logika dan Kondisi Sosial Manusia.

Oleh: Gus Muhammad Irfan Zidny, LcKajian edisi oktober  2022 Pengaruh bagi kondisi logika. Akidah islam menuntut penganutnya untuk selalu berpikir secara logis. Segala sesua

03/10/2022 19:25 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 1587 kali
Ayah dan Ibunda Rasulullah menurut Al Quran.

Oleh : Gus Muhammad Irfan Zidny Lc. Kajian edisi Agustus 2022.   Kebenaran harus dibuktikan dengan data terkuat. Fanatisme buta berarti cacat secara logika. Al Quran adalah nera

10/08/2022 14:08 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 9765 kali
ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL ALAMIN

By : Kaysan  INI, saya lampirkan satu buah foto lubang jendela hotel tempat saya tinggal, anggap saja semacam Kartu Lebaran, berobjek segelas kopi berwadahkan cangkir bergambar ha

10/08/2022 13:43 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 857 kali
Muqaddimah Ilmu Hadits

By: Gus Muhammad Irfan Zidny Lc Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Engkau (para ahli fikih) adalah Dokter, dan kami (para ahli hadits) adalah Apoteker. Berdasar dari kaidah tersebut, disim

14/07/2022 15:09 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 1718 kali
ISLAM AGAMA RAHMATAN LIL’AALAMIIN

By : Kaysan Kamis malam kami mengunjungi salah seorang kerabat yang sedang sakit. Jalanan macet, namun kami mafhum mengingat besok adalah hari libur dan orang-orang menyambut long week

01/06/2022 18:01 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 691 kali
Sayyidat Nafisah binti Hasan Al-Anwar

By : KAYSAN Sayyidat Nafisah binti Hasan Al-Anwar dalam tarikh mengajarkan shalat sunnah 1000 rakaat setiap malam. Imam Ahmad bin Hanbal bertanya "Darimana engkau dapatkan amalan ini?

15/04/2022 17:23 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 945 kali
NAMA-NAMA IBU DAN NENEK DARI BAGINDA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU

Oleh: Gus Muhammad Irfan Zidny Lc. Edisi april 2022 Diantara keagungan dan keistimewaan agama islam adalah tiga pemberian Allah yang dikhususkan untuk ummat islam yaitu: sanad (hubung

06/04/2022 22:48 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 83072 kali
PENTINGNYA HURUF MA'ANI

Oleh: GUS Muhammad Irfan Zidny, Lc Dalam gramatika Arab, ada tiga jenis kata; yaitu isim (kata benda), fi'il (kata kerja), dan huruf (penyambung antara isim atau fi'il). Huruf terbagi

16/03/2022 13:56 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 11320 kali
PANAH DAN BUSUR

OLEH: JIDDAH ZAINAB  Anak- anakmu bukan milikmu dia adalah putra putri sang hidup , ….” Begitu penggalan syair Khalil Gibran. Kalaulah keegoisan terus berselebung dih

10/02/2022 09:17 - Oleh TIM REDAKSI JURNALIS PPQN - Dilihat 2414 kali