PERSIMPANGAN TAKDIR DAN IKHTIAR

Bagikan

WhatsApp
Facebook
LinkedIn
X

Oleh : Humaidi Mufa

Dalam keriuhan hidup yang menggema di sekitar kita, ada suara sayup yang tak henti-hentinya memanggil dengan panggilan yang kadang lembut, kadang memaksa. Suara itu menuntun kita untuk mengikuti arah yang tak selalu jelas, membuat langkah terasa ragu. Kita pun sering terjebak di antara dua suara besar dalam diri: kata hati dan kata otak. Yang satu lembut namun sering melangit, yang satu logis namun sering membatu. Ikut kata hati, kita bisa kehilangan pijakan realitas. Ikut kata otak, kita bisa kehilangan kedamaian dalam dada. Dan di tengah tarik menarik itu, kita berdiri gamang, seperti di simpang jalan tanpa petunjuk.

Andai hidup sesederhana membuka Google Maps. Cukup ketikkan tujuan, maka rute terbaik pun muncul, lengkap dengan alternatifnya. Tak perlu takut tersesat, karena setiap kesalahan arah akan segera dihitung ulang dan diarahkan kembali. Namun hidup tidak sesederhana itu. Kita tak bisa menekan tombol “recalculate” untuk setiap pilihan yang salah, atau “undo” untuk setiap keputusan yang menyakitkan. Yang bisa kita lakukan hanyalah melangkah dengan keyakinan yang sering kali samar.

Kadang, dalam lelahnya perjalanan, terlintas pertanyaan lirih di hati: Salahkah jika kita sesekali menolak takdir? Bukan karena ingin melawan Tuhan, hanya karena kita sedang belajar memahami apa arti menerima dengan sepenuh hati. Sebab menerima takdir bukan berarti menyerah, bukan pula diam dalam pasrah. Menerima berarti tetap berikhtiar sambil percaya, tetap berjalan meski tak tahu pasti ke mana arah berujung.

Ada yang berkata, “Apa yang sudah tertakar, tak akan pernah tertukar.” Kalimat itu menenangkan, tapi juga membingungkan. Sebab siapa di antara kita yang benar-benar tahu takaran dirinya? Mungkin kita sedang berada bukan pada takaran yang salah, tapi pada fase pengujian rasa dimana Tuhan sedang menakar seberapa kuat hati kita bertahan dalam bingung, dan seberapa tulus kita tetap percaya dalam gelap.

Pada akhirnya, mungkin itulah makna hidup yang seringkali tidak kita sadari, bahwa dalam kehidupan ini tidak untuk selalu tahu arah, tapi untuk selalu belajar berjalan dengan keyakinan yang tumbuh dari setiap luka dan penyesalan. Suatu saat nanti, ketika semuanya mulai masuk akal, kita akan menatap ke belakang dan tersenyum kecil, menyadari bahwa setiap kebingungan, setiap ragu, setiap perlawanan kecil terhadap takdir ternyata semuanya hanyalah cara Tuhan membimbing kita pulang dengan cara yang paling lembut. (HM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *